PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Tags

Link presentasi untuk materi ini:

PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 Pengertian Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU No. 42 Tahun 2009)
Yang termasuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan menjadi Wajib Pungut (WAPU) PPN antara lain:
1.    Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
2.    Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi;
3.    Badan Usaha Milik Negara. Wajib Pungut PPN melakukan pemungutan PPN/PPnBM terhadap penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Wajib Pungut tersebut.

            Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin, atau Badan Usaha Milik Negara. Pemungut PPN memiliki kewajiban-kewajiban sebagai konsekuensi penunjukan sebagai pemungut PPN. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:
·           Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
·           Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang

Contoh : PT. MAJU (PKP) melakukan penyerahan BKP kepada Bendahara Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dalam transaksi ini, PKP ABC bertindak selaku PKP Rekanan Pemerintah.


JENIS PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

1.    Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)/ Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
Semua pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PKP Rekanan Pemerintah dipungut PPN dan atau PPn BM. Bendaharawan Pemerintah dan KPKN tidak memungut PPN dan atau PPn BM sepanjang PKP Rekanan Pemerintah menyerahkan barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g :
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal :
a.         pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b.         pembayaran untuk pembebasan tanah;
c.         pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
Contoh: Penerbit menjual buku umum ke dinas pendidikan, buku tersebut BKP tetapi mendapat fasilitas PPN dibebaskan. Jika tidak dijual ke dinas pun buku tersebut tetap dapat fasilitas PPN dibebaskan.
d.        pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
Contoh: Membeli BBM ke Pertamina tidak kena PPN berapapun jumlahnya.
e.         pembayaran atas rekening telepon;
f.          pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
g.         pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.
Pemungutan PPN dan PPn BM dilakukan pada saat pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN kepada PKP Rekanan Pemerintah.
PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.
Pencatatan penyetoran PPN dan PPn BM yang dipungut oleh KPKN dilakukan pada saat pemungutan PPN, yaitu pada saat pembayaran oleh KPKN kepada PKP Rekanan Pemerintah.

(Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003)
CONTOH SOAL
PT. ABC (Pengusaha Kena Pajak di bidang Jasa Konstruksi) dalam bulan Januari 2015 mempunyai transaksi sebagai berikut :
a.    PT. ABC terdaftar sebagai Wajib Pajak sekaligus menjadi Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Purwokerto sejak tanggal 20 Maret 2013 (bukan data sebenarnya) dengan identitas sebagai berikut :
a)      Nama PKP                              : PT. ABC
b)      NPWP                                    : 01.345.565.5-521.000
c)      Alamat                                   : Jl. Nanas No.1 Purwokerto
d)     Direktur                                  : Aditya
b.    Tanggal 05 Januari 2015 membeli besi dengan faktur pajak :
a)      No.Faktur Pajak                      : 010.900.15.00000008
b)      Tanggal Faktur Pajak              : 05 Januari 2015
c)      PKP Penjual                            : PT. ADDA
d)     NPWP Penjual                        : 01.253.565.5-521.000
e)      Alamat                                    : Jl. Markisa No.5 Purwokerto
f)       DPP PPN Masukan                 : 500.000.000
g)      PPN Masukan                         :   50.000.000
h)      Jenis Barang                            : Besi
c.    Tanggal 29 Januari 2015 menyerahkan Jasa Konstruksi (pembuatan gedung kantor) kepada bendahara pemerintah dengan data sebagai berikut :
a)      Nama Penerima Jasa Konstruksi         : Bendahara Dinas Kesehatan
b)      NPWP                                                 : 00.125.564.5-521.000
c)      Alamat                                                : Jl. Mawar No.5 Purwokerto
d)     No.Faktur Pajak                                  : 020.900.15.00000001
e)      Tanggal Faktur Pajak                          : 29 Januari 2015
f)       Nilai Kontrak                                      : 880.000.000
g)      DPP PPN Keluaran                             : 800.000.000
h)      PPN Keluaran                                     :   80.000.000
i)        SSP disetor oleh pemungut                 :  30 Januari 2015
j)        Jenis barang/Jasa                                 :  Bangunan Gedung Kantor          
Perhitungan PPN :
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)                        : 800.000.000
Pajak Keluaran (10 % x 800.000.000)            :   80.000.000
Dikurangi :
Pajak Masukan                                                :   50.000.000
Dikurangi Yang dipungut Pemungut              :    80.000.000  -

PPN Kurang / Lebih Bayar                          : (50.000.000)                                        
Jadi untuk SPT Masa PPN Masa Januari 2015 Lebih Bayar sebesar 50.000.000.
Atas Lebih bayar tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya/Masa lainnya atau diminta kembali atau Restitusi

2.    Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi; dan Kontraktor Atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi;
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan dijelaskan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah:
a.         kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
Contoh: PT. Total Indonesia, Chevron, Kaltex, dan Petronas Indonesia.
Untuk perusahaan internasional harus paham dasar BUT (Bentuk Usaha Tetap).
BUT membayar PPh Pasal 26 dua kali serta PPh Badan terutang.
b.         kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.
Contoh: Indonesia Power, Garut.

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan ini dijelaskan bahwa :

(1)       Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dalam hal:
a.     pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00(sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b.    pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c.     pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d.    pembayaran atas rekening telepon;
e.     pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
f.     pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(2)       Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Rekanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2010)

3.    Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan badan usaha milik Negara yang modalnya terbagi dalam saham, dimana 51 % sahamnya dimiliki oleh Negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. BUMN terbagi menjadi 2 yaitu: perusahaan perseron terbuka dan perushan umum. Dimana perusahaan perseron terbuka merupakan persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu. Sedangkan perusahaan umum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham. Organ-organ yang ada di dalam BUMN meliputi Menteri, Menteri Teknis, Komisaris,Dewan Pengawas, Direksi dan RUPS.
(Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2003)


Kriteria BUMN Yang Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN :
1.      Mulai tanggal 1 Juli 2012, BUMN ditunjuk sebagai Pemungut PPN. Dengan demikian, PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan kepada BUMN yang memenuhi ketentuan sebagai Pemungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012 wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN.
2.      BUMN sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah BUMN yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, tidak termasuk anak perusahaan dan joint operation atau bentuk kerja sama lainnya.
3.      Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha tidak lagi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha yang bersangkutan secara otomatis tidak lagi ditunjuk menjadi Pemungut PPN. Namun demikian, kewajiban menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dalam Masa Pajak yang bersangkutan tetap dilakukan sebagaimana mestinya.
4.      Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha menjadi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha dimaksud secara otomatis ditunjuk menjadi Pemungut PPN dan melakukan kewajiban sebagai Pemungut PPN.

Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 136/PMK. 03/2012)
 (Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE - 45/PJ/2012)
MEKANISME PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A.           Mekanisme Pemungutan
Secara umum, mekanisme pemungutan PPN adalah rekanan menerbitkan faktur pajak dan membuat SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN. Selanjutnya Pemungut PPN berkewajiban menyetorkan PPN yang dipungut ke kas negara dan kemudian melaporkan PPN yang dipungutnya. Rekanan menerima faktur pajak dan SSP sebagai bukti pemungutan PPN. Adapun mekanisme pemungutan PPN untuk masing-masing Pemungut adalah sebagai berikut:

1.    Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)/ Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
Pemungutan Pajak Pertumbuhan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN sebagaimana tersebut dalam SPM.
Jumlah PPN atau PPn BM yang Dipungut



a.
Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
Contoh :



Jumlah pembayaran
Rp.
11.000.000,00



Jumlah PPN : 10/110 x Rp.11.000.000,00
Rp.
  1.000.000,00



Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan
(Rp.11.000.000,00 -Rp.1.000.000,00)


Rp.

10.000.000,00


b.
Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga terutang PPn BM, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai berikut :
Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.
Contoh : PPn BM dengan tarif 20%



Jumlah pembayaran
Rp.
13.000.000,00



Jumlah PPN yang dipungut :
(10/130 x Rp.13.000.000,00)

Rp.

  1.000.000,00



Jumlah PPn BM yang dipungut :
(20/130 x Rp.13.000.000,00)

Rp.

  2.000.000,00



Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :
Rp.13.000.000,00 - (Rp.1.000.000,00 + Rp.2.000.000,00) = Rp.10.000.000,00


c.
Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.
Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPn BM.
Contoh 1 :



Harga Jual
Rp.
   900.000,00




PPN : 10% x Rp.900.000,00
Rp.
90.000,00




PPn BM (Misal terutang dengan tarif 20%)
Rp.
180.000,00




Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM
Rp.
1.170.000,00




Meskipun Harga Jual Rp.900.000,00 tetapi karena pembayaran termasuk PPN dan PPn BM berjumlah Rp.1.170.000,00 (di atas Rp.1.000.000,00), maka PPN dan PPn BM yang terutang harus dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
Contoh 2 :



Harga Jual
Rp.
800.000,00




PPN : 10% x Rp.800.000,00
Rp.
80.000,00




PPn BM (Misal terutang dengan tarif 10%)
Rp.
80.000,00




Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM
Rp.
960.000,00




Karena Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM berjumlah Rp.960.000,00 (kurang dari Rp.1.000.000,00), maka PPN dan PPn BM yang terutang tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN, tetapi harus dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan Faktur Pajak tetap harus dibuat.

Tata Cara Pemungutan
a.       PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
b.      SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
c.       Rekanan menerbitkan faktur pajak dengan kode transaksi “02”
d.      Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP, Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima.
e.       Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPnBM.
f.       Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
g.      Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :
-          lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut PPN.
-          lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
-          lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
h.      Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut :
-          lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
-          lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
-          lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
-          lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
-          lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
i.        Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
-          lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
-          lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
-          lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
-          lembar ke-4 untuk pertinggal KPKN.
j.        Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
k.      Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN yang melakukan pemungutan dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
l.        SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
m.    Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPn BM.
                                                                                   
(Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003)





2.    Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi; dan Kontraktor Atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi;
            Dalam Pasal 7 ayat (1) Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan paling lama pada saat:
a.       penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b.      penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c.       penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Tata Cara Pemungutan
  1. Rekanan  wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
  2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
  3. Rekanan membuat Faktur Pajak dengan kode transaksi “03”
  4. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas nama Rekanan.
  5. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
  6. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
    1. lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;
    2. lembar kedua untuk Rekanan; dan
    3. lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
  7. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
    1. lembar kesatu untuk Rekanan;
    2. lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
    3. lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
    4. lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
    5. lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
  8. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan pemungutan wajib membubuhkan cap "Disetor Tanggal .............." dan menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
  9. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.
(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2010)

3.    Badan Usaha Milik Negara
Dalam Pasal Pasal 7 ayat (1) Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan pada saat:
a.  penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b.  penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c.  penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Tata Cara Pemungutan
1.      Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP
      kepada Badan Usaha Milik Negara.
2.      Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan. (dibuat pada saat pemungutan)
3.      SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, dan penandatanganan SSP tersebut dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai penyetor atas nama Rekanan.
4.      Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
5.      Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 2 (dua) dengan
peruntukan sebagai berikut:
a.       lembar kesatu untuk Badan Usaha Milik Negara; dan
b.      lembar kedua untuk Rekanan.
6.      Rekanan membuat faktur pajak dengan Kode Transaksi “03”
7.      Rekanan mengisi SSP dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
8.      SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan
     peruntukan sebagai berikut:
 a. lembar kesatu untuk Rekanan;
 b. lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
 c. lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN; dan
 d. lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
9.      Badan Usaha Milik Negara yang melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal ....... " dan menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5.
10.  Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.

(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 136/PMK. 03/2012)

B.       Mekanisme Pelaporan
            Pemungut PPN wajib melaporkan PPN dan/atau PPn BM yang telah disetor ke KPP tempat pemungut PPN tedaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
1.    Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)/ Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)

            Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Tata Cara Pelaporan
 a.   Bendaharawan Pemerintah
            Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM diwajibkan melaporkan PPN dan PPn BM yang telah dipungut dan disetor, setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai" yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
·         lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.
·         lembar ke-2, untuk KPKN.
·         lembar ke-3, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.
 b.   KPKN
·         KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis (tanggal disetujuinya faktur pajak oleh KPKN) kepada Kantor Pelayanan Pajak dengan Surat Pengantar.
·         Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu, Surat Pengantar tetap dibuat dengan catatan "Faktur Pajak NIHIL".
KPP akan menerima 3 pemberitahuan atas transaksi yang sama:
1.    SPT PPN 1111 dari rekanan
2.    SPT PPN 1107 PUT oleh PKP bendahara pemungut
3.    Faktur pajak lembar ke-3 yang sudah distempel, diberikan oleh KPKN
Ketiganya nilainya sama dan harus dilaporkan.

(Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003)



2.    Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi; dan Kontraktor Atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi;

            Dalam Pasal 7 ayat (4) Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Tata Cara Pelaporan
            Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar dengan menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN" paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 dan SSP lembar ke-5.

(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2010)

3.    Badan Usaha Milik Negara
Dalam Pasal 7 ayat (4), Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam ayat (4a), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak.
Tata Cara Pelaporan
1. Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dengan menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN".
2. Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak sesuai format sebagaimana dimaksud pada huruf B.
Contoh:
PT. Telkom melakukan pembelian, menggunakan e-faktur SPT PPN 1111
PT. Telkom melakukan penyerahan, menggunakan SPT PPN 1107 PUT dalam bentuk excel atau manual.
(Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 136/PMK. 03/2012)















DAFTAR PUSTAKA
1.             Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2.             www.ortax.org
3.             www.pajak.go.id
4.             Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003 Tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya
6.             Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2010 Tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor Atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata CarPemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya
7.             Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tengtang Badan Usaha Milik Negara
8.             Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 136/PMK. 03/2012 TentanPerubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya

9.             Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE - 45/PJ/2012 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012

This Is The Newest Post


EmoticonEmoticon