Link presentasi untuk materi ini:
1.
Faktur
Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
2.
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur
Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli
Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu)
bulan kalender.
3.
Pajak
Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak.
4.
Pajak
Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan
Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak berwujud, ekspor Barang Kena Pajak
tidak berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
5.
Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang memungut, menyetor dan
melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah,
Badan atau instansi pemerintah tersebut.
6.
Perdagangan adalah kegiatan usaha
membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah
bentuk dan/atau sifatnya.
7.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
8.
Menghasilkan adalah kegiatan mengolah
melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya
menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber
daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan
tersebut.
9.
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor
seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak
dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan
angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak
10.
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur
Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan
tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak
sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
11.
Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak
adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan, penertiban
administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan
objektif Pengusaha Kena Pajak.
12.
Verifikasi adalah serangkaian kegiatan
pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran
pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi
perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka
menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib
Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
13.
Kode Aktivasi adalah kode yang berupa
karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf
yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan
kode aktivasi.
14.
Password adalah kode yang berupa
karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf
yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat elektronik
(email).
JENIS
FAKTUR PAJAK
a. Faktur
Pajak Digunggung
Menurut Surat Edaran DJP Nomor
SE-98/PJ/2010 :
Faktur Pajak yang dilaporkan secara gunggungan
adalah Faktur Pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli serta nama dan
tanda tangan penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka
2) Undang-Undang KUP.
Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang
Eceran
Karakteristik Pedagang Eceran dengan aktivitas usaha
penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dengan jumlah transaksi
penyerahan barang yang relatif banyak dengan nilai relatif kecil menyebabkan
Pedagang Eceran mengalami kesulitan apabila diperlakukan sama seperti Pengusaha
Kena Pajak lainnya dalam pembuatan dan penatausahaan Faktur Pajak.
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 98/PJ/2010
Dalam hal PKP merupakan pedagang eceran, namun PKP
tersebut juga melakukan penyerahan yang Faktur Pajaknya :
·
diisi lengkap sesuai dengan Pasal 13
ayat (5) Undang-Undang PPN; dan/atau
·
tidak diisi dengan identitas pembeli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang PPN;
danmenggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang strukturnya mengikuti
ketentuan dalam peraturan mengenai Faktur Pajak, PKP melaporkan Faktur Pajak
dimaksud dalam Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam
Negeri dengan Faktur Pajak.
Peraturan DJP Nomor PER-58/PJ/2010
Pengusaha
Kena Pajak Pedagang Eceran yang selanjutnya disebut PKP PE adalah
Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
a. melalui
suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi
dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b. dengan
cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang;
dan
c. pada
umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara
tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli langsung
membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
-
PKP PE wajib membuat Faktur Pajak untuk
setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.
-
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap,
jelas, dan benar sesuai dengan keterangan
-
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak
disesuaikan dengan kepentingan PKP PE.
-
Pengadaan formulir Faktur Pajak
dilakukan oleh PKP PE.
-
Kode dan nomor seri Faktur Pajak dapat
berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP PE.
1. Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena
Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan :
a. nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
b. jenis
Barang Kena Pajak yang diserahkan;
c. jumlah
Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak
Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
e. kode,
nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
2. Faktur
Pajak yang dibuat oleh PKP PE berupa:
a. bon kontan,
b. faktur penjualan,
c. segi cash register,
d. karcis,
e. kuitansi, atau
f. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain
yang sejenis.
3. Faktur Pajak
dibuat paling sedikit dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya
masing-masing sebagai berikut :
- Lembar
ke-1 : disampaikan kepada pembeli
Barang Kena Pajak.
- Lembar ke-2
: untuk arsip Pengusaha Kena
Pajak yang membuat Faktur Pajak.
l Faktur
Pajak dianggap telah dibuat dalam 2 (dua) rangkap atau lebih dalam hal Faktur
Pajak tersebut dibuat dalam 1 (satu) lembar yang terdiri dari 2 (dua) atau
lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong.
l Lembar
ke-2 Faktur Pajak dapat berupa rekaman Faktur Pajak dalam bentuk media
elektronik yaitu sarana penyimpanan data, antara lain: diskette, Digital Data
Storage (DDS) atau Digital Audio Tape (DAT) dan Compact Disc (CD).
b. Faktur
Pajak Tidak Digunggung
Surat Edaran DJP Nomor SE-98/PJ/2010
Faktur Pajak yang tidak digunggung adalah Faktur
Pajak yang diisikan dalam Formulir 1111 A2 (Daftar Pajak Keluaran atas
Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak).
Formulir 1111 A2 memuat :
-
Nama pembeli BKP/ Penerima manfaat BKP
Tidak Berwujud/ penerima JKP
-
NPWP/ Nomor paspor
-
Kode dan Nomor seri serta tanggal Faktur
pajak/ Dokumen Tertentu/ Nota Retur/ Nota pembatalan.
l Formatnya
baku
l Diberikan
selain kepada konsumen akhir
l Berbentuk
PDF
l Dibuat
menggunakan aplikasi e-Faktur
l Menggunakan
QR code sehingga tidak membutuhkan tandatangan
UNDANG-UNDANG
NOMOR 42 TAHUN 2009
SAAT
PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
A. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur
Pajak untuk setiap:
a.penyerahan Barang Kena Pajak
b.penyerahan Jasa Kena Pajak
c.ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud
d.ekspor Jasa Kena Pajak
Dalam hal terjadi penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau menyerahkan Jasa Kena Pajak itu wajib
memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan memberikan Faktur Pajak
sebagai bukti pungutan pajak. Faktur Pajak tidak perlu dibuat secara khusus
atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur Pajak dapat berupa faktur
penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh
Direktur Jenderal Pajak.
Berdasarkan ketentuan di atas , atas setiap
penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan wajib diterbitkan Faktur Pajak.
B. Faktur Pajak harus dibuat pada:
-
Saat penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
-
Saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
-
Saat penerimaan pembayaran termin dalam
hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
-
Saat lain yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pada prinsipnya Faktur Pajak harus
dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal
pembayaran terjadi sebelum penyerahan. Dalam hal tertentu dimungkinkan saat
pembuatan Faktur Pajak tidak sama dengan saat-saat tersebut, misalnya dalam hal
terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
bendahara pemerintah. Oleh karena itu, Menteri Keuangan berwenang untuk
mengatur saat lain sebagai saat pembuatan Faktur Pajak.
C. Dikecualikan dari Ketentuan
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat
1 (satu) satu Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada
pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1
(satu) bulan kalender kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena
Pajak yang sama, yang disebut Faktur Pajak gabungan. Hal tersebut bertujuan
untuk meringankan beban administrasi. Faktur Pajak harus dibuat paling lama
pada akhir bulan penyerahan.
Untuk meringankan beban
administrasi, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan membuat Faktur Pajak gabungan
paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi
pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29 dan
30 September 2010. Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran oleh
Pengusaha B atas penyerahan tanggal 2 September 2010. Dalam hal
Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak
gabungan dibuat pada tanggal 30 September 2010 yang meliputi seluruh penyerahan
yang terjadi pada bulan September.
D.
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a.Nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak;
b.Nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
c.Jenis
barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d.Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f.Kode,
nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.Nama
dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak merupakan bukti
pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak
Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta
ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam
ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak
dapat dikreditkan.
E.
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Ketentuan
ini diperlukan, antara lain, karena:
a.
Faktur penjualan yang digunakan oleh Pengusaha telah dikenal oleh masyarakat
luas seperti, kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat udara;
b.
Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak yang
seharusnya membuat Faktur Pajak, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak, berada di luar Daerah Pabean, misalnya, dalam hal
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, Surat Setoran Pajak
dapat ditetapkan sebagai Faktur Pajak; dan
c.
Terdapat dokumen tertentu yang digunakan dalam hal impor atau ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud.
PERATURAN DJP NOMOR PER - 33/PJ/2014
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
dengan Faktur Pajak
Berdasarkan Peraturan direktur jenderal pajak nomor
per - 33/pj/2014, dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak
adalah:
a. Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat
yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan
invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB
tersebut;
b. Surat
Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG
untuk penyaluran tepung terigu;
c. Paktur
Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk
penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
d. Bukti
tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunlkasi;
e. Tiket,
tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
f. Nota
Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
g. Bukti
tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan Iistrik;
h. Pemberitahuan
Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri
dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,
untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
i.
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang
mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran
Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor
Barang Kena Pajak;
j.
Surat Setoran Pajak untuk pembayaran
Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
k. Bukti
tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Perusahaan Air Minum;
l.
Bukti tagihan (Trading Confirmation)
atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara efek; dan
m. Bukti
tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan;
n. Surat
Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang
Kena Pajak melalui juru lelang disertai dengan Risalah Lelang
KODE
DAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK (per-24/pj/2012)
Nomor
Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal
Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran
Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
A. Format
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari
16 (enam belas) digit, yaitu:
a. 2
(dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
b. 1
(satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
c. 13
(tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak.
Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:
Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak,
harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan
memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah
ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang
diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri
Faktur Pajak 000- 14.00000001 demikian seterusnya.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
sebagai berikut:
010.900-13.00000001, berarti
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPNnya dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak
Pengganti), dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai dengan nomor seri pemberian
dari Direktorat Jenderal Pajak.
011.900-13.00000001, berarti
penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP dengan status Faktur Pajak Pengganti.
Faktur Pajak Pengganti diterbitkan dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai
dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti.
B.
Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor
Seri Faktur Pajak.
1.
Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada
Faktur Pajak
a. Kode
Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
·
01 digunakan untuk penyerahan BKP
dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode ini digunakan dalam hal bukan
merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode
09. %.
·
02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/
atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh
Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
·
03 digunakan untuk penyerahan BKP
dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang
PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) .
Pemungut PPN
Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak
Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib
Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk perusahaan yang
tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam kontrak tersebut
secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut PPN.
·
04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/
atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual
yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP.
·
05 Kode ini tidak digunakan.
·
06 digunakan untuk penyerahan lainnya
yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis
asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UndangUndang Pajak Pertambahan
Nilai.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/ atau JKP
selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP
kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain:
a.
Penyerahan yang menggunakan tarif selain
10%.
b.
Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di
dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang
dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada
ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
62/KMK.03/ 2002 tentang Dasar. Penghitungan, Pemungutan dan
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.
c.
Penyerahan BKP kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk,
terkait dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.
·
07 digunakan untuk penyerahan BKP
dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung
Pemerintah (DTP). Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas
PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan
khusus yang berlaku, antara lain:
a.
Ketentuan yang mengatur mengenai Bea
Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah
Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.X
b.
Ketentuan yang mengatur mengenai
Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi
Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
c.
Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat
Penimbunan Berikat.
d.
Ketentuan yang mengatur mengenai
Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
e.
Ketentuan yang mengatur mengenai
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan
Penerbangan Internasional.
f.
Ketentuan yang mengatur mengenai Toko
Bebas Bea.
g.
Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak
Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di
Dalam Negeri.
h.
Ketentuan yang mengatur mengenai
Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan
Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
i.
Ketentuan yang mengatur mengenai Tata
Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/ atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan
Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/ atau Penyerahan
Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean Ke Kawasan Bebas.
j.
Ketentuan yang mengatur mengenai Tata
Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
·
08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/
atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat
fasilita.s dibebaskan dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusu.s yang
berlaku antara lain:
a.
Ketentuan yang mengatur mengenai Impor
dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/ atau Penyerahan Jasa Kena
Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b.
Ketentuan yang mengatur mengenai Impor
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c.
Ketentuan yang mengatur mengenai
pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/ atau Pajak Penjualan atas
Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta
pejabatnya
·
09 digunakan untuk penyerahan Aktiva
Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.
b. Penyerahan
yang menggunakan Kode Transaksi '01' adalah penyerahan yang terutang PPN dan
PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP
yang jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori:
1) penyerahan
yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2) penyerahan
lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis
asing) (Kode 06); dan/atau
3) penyerahan
Aktiva Pasal 16D (Kode 09).
c. Penyerahan
yang menggunakan Kode Transaksi '02' atau '03' adalah penyerahan kepada
Pemungut PPN yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN, termasuk atas penyerahan
dalam kategori:
1) penyerahan
yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2) penyerahan
lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis
asing) (Kode 06); dan/atau
3) penyerahan-Aktiva
Pasal 16D (Kode 09).
d. Dalam
hal atas penyerahan kepada Pemungut PPN, PPN yang terutang dikecualikan dari
pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yang digunakan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir b di atas.
e. Penyerahan
yang mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07' atau '08', termasuk
penyerahan kepada Pemungut PPN.
2.
Tata Cara Penggunaan Kode Status pada
Faktur Pajak
a.
Kode Status, diisi dengan ketentuan
sebagai berikut: 1) 0 (nol) untuk status normal; 2) 1 (satu) untuk status
penggantian.
b.
Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti
ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan Kode Status '1'.
3.
Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur
Pajak
a.
Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11
(sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
b.
Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam
bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai permintaan PKP.
Contoh:
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor
Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa: -
900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100; - 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000; -
900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
c. Nomor
Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama
dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur
Pajak.
PENANDATANGANAN
FAKTUR PAJAK (Pasal
13 PER - 24/PJ/2012)
1) Nama
yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf g harus diisi sesuai dengan kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda
Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur
Pajak ditandatangani.
2) PKP
wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai
yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya,
dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan
Faktur Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak
bulan pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak,
dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VA yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
3) PKP
dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4) Dalam
hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka PKP wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti
mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran VB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
5) Dalam
hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang, maka
pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum
pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah
pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.
6) Dalam
hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan
Nilai terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), maka
Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan
merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
FAKTUR PAJAK CACAT, FAKTUR PAJAK PENGGANTI, FAKTUR PAJAK
HILANG, FAKTUR PAJAK BATAL
Pasal 15 (PER -
24/PJ/2012)
A. Faktur Pajak Cacat
Kriteria Faktur
Pajak Cacat sebagai berikut:
-
Faktur Pajak yang tidak diisi secara
lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau
pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan
tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
-
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan
menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang
sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak
dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
-
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode
dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang
diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
-
Dalam hal PKP tidak atau terlambat
menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP
dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang
diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur
Pajak Tidak Lengkap.
B.
Faktur Pajak Pengganti
Atas
Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan,
sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang
menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti yang
tata caranya diatur sebagai
berikut:
a. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap
Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.
b. Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau
salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret,
atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti.
c. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti
dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai
dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
d. Faktur Pajak Pengganti diisi berdasarkan keterangan yang
seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian
atau salah dalam penulisan tersebut.
e. Faktur Pajak Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri
Faktur Pajak yang sama dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Sedangkan
tanggal Faktur Pajak Pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak
Pengganti dibuat.
f. Pada Faktur Pajak Pengganti, dibubuhkan cap yang
mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak serta tanggal Faktur Pajak yang
diganti. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh
berikut. Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti dapat
diisi dengan cara manual.
Faktur Pajak
yang diganti :
Kode dan Nomor
Seri :.......................
Tanggal
:.............................................
g. Penerbitan Faktur Pajak Pengganti mengakibatkan adanya
kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak tersebut.
h. Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak
dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan penggantian dengan mencantumkan nilai
dan/atau keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.
i.
Pelaporan
Faktur Pajak Pengganti pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada kolom
yang telah ditentukan.
Penerbitan Faktur Pajak pengganti dapat
dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan masih
dapat dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
B. Faktur
Pajak Hilang
Atas Faktur Pajak yang hilang, baik PKP yang
menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy
dari arsip Faktur Pajak yang tata caranya sebagai berikut:
1. Pengusaha Kena Pajak Penjual atau Pemberi Jasa Kena Pajak
a.
Pengusaha
Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan
tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena
Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor
Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena
Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
b.
Berdasarkan
permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak,
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak membuat copy dari
arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Copy dibuat
dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
- Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang
bersangkutan.
c.
Legalisasi
diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak
dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak tersebut.
d.
Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah
dilaporkan sebagai Pajak Keluaran.
2. Pengusaha
Kena Pajak Pembeli atau Penerima Jasa Kena Pajak
a.
Pengusaha
Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan
tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dengan tembusan
kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
b.
Berdasarkan
permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak,
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat copy dari
arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi
Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat
dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
- Lembar ke-1 :
diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak
melalui Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak
yang bersangkutan.
c.
Legalisasi
diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak tersebut.
d.
Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah
dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
A.
Faktur Pajak Batal
Dalam
hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, PKP yang
menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak yangtata caranya sebagai berikut:
a.
Pembatalan
transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah
terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau
dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
b.
Faktur
Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha Kena
Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
c.
Pengusaha
Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan surat
pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan.
d.
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan
di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha Kena
Pajak penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0 (nol)
pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
e.
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran,
maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus melakukan pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan
cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai
0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
f.
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak
Pembeli harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang
dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau
PPN dan PPnBM.
Pembetulan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dapat dilakukan sepanjang
terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak
yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan,
belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP
belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi. Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau
Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas
Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh PKP
Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut
dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum
dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang
bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil
Verifikasi.
PAJAK MASUKAN TIDAK DAPAT
DIKREDITKAN
Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang
PPN, sehingga Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak
terutang PPN merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Selain itu Pajak Masukan
yang tercantum dalam Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat juga merupakan
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Jenis Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan lainnya adalah :
- Pajak Masukan yang diatur di Pasal 9 ayat (8) UU PPN
- Pajak Masukan terkait penyerahan Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan.
- Pajak Masukan terkait dengan penyerahan tertentu dengan DPP Nilai Lain
Pajak Masukan pada dasarnya dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
Akan tetapi, untuk pengeluaran yang dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (8) ini, Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan Pasal 9 ayat (8) yaitu :
- perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);
- perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
- pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
- dihapus;
- perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP;
- pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN.
- perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
- perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2a) UU PPN.
Pajak masukan terkait penyerahan Barang Kena
Pajak / jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan meliputi:
Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
meliputi:
a. mesin dan peralatan
pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses
menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan
Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang;
b. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di
bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun
budidaya, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah
ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
c. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
d. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan;
f. pakan ternak tidak termasuk pakan hewan
kesayangan;
g. pakan ikan;
h. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan
pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria
dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah
mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertanian;
i. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak
butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan; dan
j. unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang
perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah
bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
·
luas untuk setiap hunian paling sedikit
21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam
meter persegi);
·
pembangunannya mengacu kepada Peraturan
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat;
·
merupakan unit hunian pertama yang
dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan
dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang rumah susun; dan
·
batasan terkait harga jual unit hunian
Rumah Susun Sederhana Milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh
unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik ditetapkan oleh Menteri Keuangan
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
k. listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di
atas 6.600 (enam ribu enam ratus) Voltase Amper.
Penyerahan
tertentu dengan DPP Nilai Lain yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
adalah DPP Nilai Lain:
- Jasa biro perjalanan atau jasa biro wisata
2. Jasa pengiriman paket
- Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding)
- Penyerahan emas perhiasan dan jasa terkait.
KASUS DAN PEMBAHASAN
Permasalahan
faktur pajak fiktif sebenarnya sudah bukan hal yang baru walau tetap menjadi
salah satu sorotan utama atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Beberapa permasalahan yang berkaitan
dengan faktur pajak fiktif yang melibatkan oknum petugas pajak, wajib pajak,
dan pihak-pihak lainnya telah berhasil diungkap oleh DJP dengan melibatkan
pihak aparat hukum yang berwenang. Walaupun beberapa oknum yang berkaitan
dengan faktur pajak fiktif tersebut telah dijatuhi hukuman, ternyata efek jera
yang ditimbulkan tidak begitu berpengaruh, dengan kata lain permasalahan
tersebut masih dapat muncul setiap saat.
Tersangka
faktur pajak fiktif, diduga melanggar Pasal 39A huruf a
jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UU Nomor 16 tahun 2009 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman yang dikenakan
kepada tersangka adalah pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama
enam tahun serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam faktur pajak,
bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan bukti setoran pajak dan
paling banyak enam kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan setoran pajak.
Dalam rangka meningkatkan langkah
antisipatif untuk menanggulangi terjadinya kasus penggunaan faktur pajak
fiktif, maka perlu kiranya pihak DJP meningkatkan pengendalian internal
terhadap permasalahan tersebut dengan langkah-langkah antara lain sebagai
berikut:
1.
Memberikan
penegasan kembali tentang pentingnya melakukan langkah-langkah pengamanan
berkaitan dengan faktur pajak fiktif dan klarifikasi/konfirmasi PK-PM
2.
Pengawasan
(klarifikasi) terhadap PK-PM hendaknya dilakukan secara periodik dan tidak
hanya pada saat melakukan pemeriksaan. Bila dijumpai adanya kejanggalan dapat
segera diambil langkah-langkah pencegahan terjadinya penyimpangan lebih lanjut.
3.
Dalam hal
permintaan klarifikasi dari KPP tempat PKP Penjual terdaftar belum dijawab,
maka aparat pemeriksa pajak membuat “Berita Acara Pelaksanaan PengujianArus Kas
dan Arus Barang atas Faktur Pajak yang Dimintakan Klarifikasi”, dilengkapi
dengan Kertas Kerja Pemeriksaan beserta dokumen-dokumen yang mendukung hasil
pengujian tersebut, seperti rekening koran, bukti penerimaan barang, voucher,
kartu gudang, atau dokumen terkait lainnya.
4.
Lebih
meningkatkan pengendalian terhadap data PK-PM dengan melakukan pembatasan
terhadap pejabat yang dapat mengakses menu dan petugas yang melakukan
peng-input-an maupun penggunaan, disertai dengan peningkatan pengawasan atasan
langsung sehingga dapat mencegah terjadinya pengubahan data oleh oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Ortax.org/PER-13/PJ/2010
Ortax.org/NO 13/PJ/2010
Ortax.org/PER-65/PJ/2010
Ortax.org/PER-24/PJ/2012
Ortax.org/SE-98/PJ/2010
Ortax.org/NOMOR
PER - 33/PJ/2014
Pajak.go.id
Ortax.org/UU no. 42 tahun 2009
Ortax.org/PER-58/PJ/2010
Liputan6.com
EmoticonEmoticon